INFOLADISHA – Gaya hidup instan merujuk pada kecenderungan memilih hal yang cepat dan efisien.
Contoh gaya hidup instan, memesan makanan lewat aplikasi hanya dalam beberapa ketukan layar, belajar lewat video ringkas, atau bahkan mencari pekerjaan melalui platform digital yang memberikan bayaran instan.
Tidak sedikit yang mengkritik fenomena gaya hidup instan ini sebagai cerminan menurunnya daya juang generasi muda. Namun, di balik segala stigma tersebut, terdapat peluang dan semangat zaman yang bisa diarahkan secara positif jika dikembangkan dengan bijak.
Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024, dari total 221,6 juta pengguna internet di Indonesia, kelompok usia Gen Z menyumbang 34,4 persen menjadi pengguna dominan yang mendorong terbentuknya budaya digital yang serba cepat dan instan.
Gaya hidup instan tidak selalu bermakna negatif. Dengan cara pandang yang tepat, anak muda justru bisa memanfaatkan pendekatan instan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Generasi muda saat ini lebih terbuka pada peluang kerja lepas, kolaborasi global, dan pemanfaatan teknologi untuk menciptakan karya.
Contohnya, banyak dari mereka yang sukses menjadi content creator, pengembang aplikasi, atau wirausaha digital dalam waktu yang relatif singkat. Mereka menguasai teknologi, belajar cepat, dan mampu membangun personal branding hanya lewat media sosial.
Lebih dari itu, gaya hidup instan juga mengajarkan nilai keterbukaan dan keberanian untuk mencoba hal baru. Generasi ini lebih berani gagal dan mencoba kembali, sebuah ciri penting dalam dunia yang terus bergerak cepat.
Gaya hidup instan adalah bagian dari perubahan zaman yang tidak bisa dihindari. Namun, bukan berarti anak muda harus larut di dalamnya tanpa kendali. Justru di sinilah peluang untuk menciptakan generasi adaptif yang cepat sekaligus kuat, gesit tapi tetap sabar, kreatif tapi tetap bijak.