INFOLADISHA – Indonesia menempati peringkat teratas sebagai negara dengan masyarakat paling flourishing, disusul oleh Meksiko dan Filipina, berdasarkan Global Flourishing Study yang dirilis tahun ini.
Flourishing menggambarkan seseorang yang menjalani kehidupan yang baik, lebih dari sekadar bahagia secara pribadi. Kondisi ini dinilai dari berbagai dimensi, termasuk kesehatan, keamanan finansial, makna hidup, dan kualitas hubungan sosial, menurut laporan terbaru tersebut.
Menariknya, banyak negara yang menempati peringkat tinggi dalam hal flourishing justru tidak termasuk dalam daftar negara paling bahagia di dunia, menurut laporan yang dikembangkan oleh Institute for Studies of Religion di Baylor University dan Human Flourishing Program di Harvard University, bekerja sama dengan Gallup dan Center for Open Science. Studi ini mencakup 22 negara dan Hong Kong, wilayah administratif khusus China.
Penelitian ini dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang kondisi kesejahteraan dunia, kata peneliti utama sekaligus kontributor laporan, Dr Byron Johnson, profesor ilmu sosial di Baylor University, Waco, Texas.
“Keunikan dari Global Flourishing Study adalah pada skalanya,” ujar Dr Byron Johnson, Senin 13 Oktober 2025.
“Kami mengikuti sebanyak 207.000 partisipan dari seluruh dunia, menggunakan lebih dari 40 bahasa di enam benua berpenghuni. Artinya, penelitian ini mewakili sekitar 64% populasi dunia.” lanjutnya.
Meski memiliki beberapa keterbatasan, penelitian ini dinilai sebagai upaya besar dan sumber informasi yang sangat berharga dalam memahami kesejahteraan global, kata Dr Felix Cheung, asisten profesor psikologi di University of Toronto sekaligus Canada Research Chair in Population Well-Being. Cheung juga merupakan salah satu penulis bab dalam World Happiness Report terbaru, meskipun laporan tersebut tidak termasuk bagian dari studi ini.
Para peneliti menambahkan laporan baru ini merupakan tahap awal. Mereka akan terus menindaklanjuti para responden setiap tahun selama lima tahun ke depan, untuk melihat bagaimana tingkat flourishing berubah seiring waktu serta meneliti lebih jauh faktor-faktor yang membuat hidup manusia benar-benar baik dan bermakna.
Salah satu temuan mencolok dari penelitian terbaru ini adalah bahwa generasi muda cenderung memiliki tingkat kesejahteraan atau flourishing yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya.
“Data kami menunjukkan bahwa jika digabungkan dari 22 negara, tingkat flourishing meningkat seiring bertambahnya usia. Artinya, kelompok usia termuda justru melaporkan tingkat flourishing paling rendah,” jelas Dr Tyler VanderWeele, peneliti utama sekaligus kontributor laporan ini dari Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Meski begitu, pola ini tidak terjadi di semua negara. Di Polandia dan Tanzania, misalnya, justru anak muda yang menunjukkan tingkat flourishing lebih tinggi. Namun secara global, pola kesejahteraan sepanjang hidup tampak berubah, kata VanderWeele.
“Anak muda sedang memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres,” ujar Dr. Felix Cheung dari University of Toronto.
Menurut Cheung, ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa generasi muda kesulitan mencapai flourishing. Salah satunya, di negara maju sistem pendidikan dan dunia kerja cenderung lebih kompetitif, yang bisa meningkatkan tingkat stres.
Selain itu, hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa banyak orang Amerika merasa peluang mobilitas sosial sangat terbatas, kerja keras tidak selalu berbanding lurus dengan hasil, yang membuat anak muda merasa frustrasi saat baru memasuki dunia kerja.