INFOLADISHA – Laos, negeri yang dijuluki “baterai Asia Tenggara”, bersiap memutus pasokan listrik untuk sektor penambangan kripto mulai kuartal pertama 2026.
Keputusan ini menandai perubahan arah besar dalam strategi energi nasional negara tetangga Indonesia itu.
Langkah tersebut diambil setelah pemerintah menilai industri kripto tidak memberikan kontribusi berarti terhadap perekonomian.
Sebaliknya, Laos kini memusatkan perhatian pada sektor-sektor yang dinilai lebih strategis seperti pusat data kecerdasan buatan (AI), pemurnian logam, dan kendaraan listrik (EV).
Soukaloun, salah satu pejabat terkait di bidang energi, menjelaskan bahwa pemerintah ingin mengalihkan energi domestik ke sektor yang mampu menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja lebih besar.
“Penambangan kripto tidak menciptakan nilai ekonomi sebesar pasokan ke sektor industri atau komersial,” ujarnya dikutip dari Reuters, Jumat (17/10/2025).
Laos awalnya membuka kran listrik untuk penambang kripto pada 2021, saat negara tersebut mengalami surplus energi dari pembangkit tenaga air.
Kebijakan itu membuat Laos menjadi magnet baru bagi para penambang digital karena biaya energi yang murah dan berbasis non-fosil.
Namun, daya tarik itu mulai meredup. Konsumsi listrik untuk penambangan kripto kini anjlok hingga 70%, hanya sekitar 150 megawatt (MW), dibandingkan puncaknya pada 2021–2022 yang mencapai 500 MW.
Rencana penghentian sebenarnya sempat dirancang untuk tahun ini, namun tertunda karena curah hujan tinggi meningkatkan produksi listrik tenaga air.