INFOLADISHA – Industri hasil tembakau (IHT) sedang menghadapi masa sulit.
Tekanan datang dari berbagai arah seperti aturan pengetatan penjualan, iklan yang dibatasi, larangan menjual di dekat sekolah, hingga maraknya peredaran rokok ilegal yang kian tak terkendali.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada kuartal I/2025, industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi tajam sebesar -3,77% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Ini kontras dengan kinerja pada kuartal yang sama tahun lalu yang masih tumbuh positif 7,63% yoy.
Sementara itu, jika dibandingkan secara kuartalan, kinerjanya juga menurun hingga -9,09%. Padahal, sepanjang 2024 lalu, industri ini masih mampu tumbuh 3,49% yoy.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, mengakui bahwa tahun ini targetnya tak muluk-muluk: yakni bisa bertahan saja sudah cukup bagus.
“Kalau bisa bertahan dan tidak turun lebih dalam, itu sudah bagus,” ujarnya, Jumat (23/5/2025).
Benny juga menyambut positif rencana pembatalan salah satu pasal dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang berasal dari turunan PP 28/2024 tentang Kesehatan.
Salah satu kebijakan yang akan dibatalkan adalah soal aturan kemasan polos untuk produk rokok.
Menurut Benny, aturan semacam itu hanya akan menambah beban industri yang saat ini sudah tertekan.
“Setidaknya, tanpa aturan kemasan polos, beban industri bisa sedikit berkurang,” ujarnya.
Namun ancaman yang lebih serius datang dari lonjakan peredaran rokok ilegal.







