INFOLADISHA – Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menangguhkan kebijakan tarif impornya selama 90 hari memberikan sedikit ruang bernapas bagi negara-negara yang terdampak, termasuk Indonesia.
Namun, di balik jeda sementara ini, ada peluang besar yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam peta perdagangan global.
Menurut Lili Yan Ing, Lead Advisor untuk kawasan Asia Tenggara di Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Indonesia memiliki daya tawar yang cukup kuat untuk menghadapi tekanan tarif dari Amerika.
Bukan tanpa alasan, banyak perusahaan besar asal AS yang beroperasi di Indonesia dan Asia Tenggara secara umum. Ini bisa jadi amunisi penting dalam proses negosiasi.
“Kalau kita lihat, ada Mastercard, Chubb, IEA, dan banyak lagi perusahaan AS yang meraih keuntungan triliunan dolar tiap tahun dari Asia. Itu nilai strategis yang bisa kita manfaatkan sebagai bargaining chip,” jelas Lili, Selasa (15/4/2025).
Lili menekankan bahwa pendekatan yang paling realistis saat ini adalah memanfaatkan suara para pelaku usaha Amerika itu sendiri.
Menurutnya, suara langsung dari perusahaan-perusahaan AS kepada pemerintahan Trump jauh lebih mungkin didengar ketimbang suara dari negara-negara Asia Tenggara.
“Trump tidak akan dengar Asia Tenggara. Bahkan, menurut pengamatan kami, beberapa pejabat keamanan dalam pemerintahannya saja mungkin tidak tahu apa itu Asia Tenggara,” katanya dengan nada prihatin.
Karena itu, Indonesia dinilai perlu mendorong dialog antara pelaku usaha AS yang punya kepentingan di kawasan ini dengan pemerintah mereka sendiri.