INFOLADISHA – Pelaku industri tekstil dan produk unggulan ekspor Indonesia tengah menghadapi tantangan berat menyusul kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang makin mencekik.
Meskipun penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh pemerintahan Donald Trump sempat ditunda selama 90 hari sejak Rabu (9/5/2025), beban biaya ekspor nyatanya sudah membengkak sejak awal April.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa tarif impor untuk produk-produk dari Indonesia, yang sebelumnya berkisar antara 10 hingga 37 persen, kini melonjak menjadi 20 hingga 47 persen.
Kenaikan ini dipicu oleh tambahan bea masuk sebesar 10 persen yang diberlakukan secara sepihak oleh AS.
“Dengan tambahan 10 persen, ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia. Jadi bukan hanya mereka yang menanggung,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual dari Washington, Jumat (18/4/2025).
Produk-produk unggulan seperti tekstil, garmen, furnitur, hingga alas kaki menjadi sektor yang paling terdampak.
Ironisnya, tarif yang dikenakan kepada Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan kepada sejumlah negara ASEAN maupun negara mitra dagang lainnya di luar kawasan.
Tak tinggal diam, pemerintah Indonesia langsung mengambil langkah diplomatik.
Dalam pertemuan bilateral, kedua negara sepakat membuka ruang negosiasi selama 60 hari.
Tujuannya, menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil dan seimbang.