INFOLADISHA — Dulu, jalanan di kawasan Tajur, Bogor, dikenal sebagai lorong macet yang menyenangkan.
Bus pariwisata dari Jakarta berjejer di pinggir jalan, para pemburu tas sibuk keluar-masuk toko, dan pabrik-pabrik di balik gang sempit bekerja tanpa henti memproduksi ribuan tas yang dikirim hingga Malaysia dan Korea Selatan.
Kini, pemandangan itu tinggal cerita.
Jumat (10/10/2025), suasana di Tajur terasa berbeda. Sepi. Sunyi. Hanya segelintir toko tas yang masih buka, di antaranya Bogor Tas, Sumber Tas Tajur, SKI Tajur, dan Donatello.
Selebihnya, bangunan ruko tampak tertutup rapat, beberapa di antaranya sudah berganti jadi toko mebel.
Terminal Tas, yang dulu jadi ikon belanja oleh-oleh khas Tajur, kini hanya tinggal papan nama pudar.
“Dulu ke sini macetnya bukan main, sekarang mau nyebrang aja enggak ada mobil,” ujar salah satu warga setempat sambil tersenyum getir.
Tak jauh dari Jalan Raya Tajur, sebuah pabrik tua berdiri lesu di antara perumahan padat.
Dulu, suara mesin jahit dan bau kulit sintetis khas pabrik tas jadi tanda kehidupan di sana. Sekarang, hanya debu dan sunyi yang tersisa.
Menurut seorang pekerja lama, saat masa jayanya pabrik tersebut mampu memproduksi ribuan tas setiap bulan dan bahkan mengekspor ke Malaysia, Thailand, hingga Korea Selatan.
Namun pandemi COVID-19 jadi titik balik. Pesanan anjlok, toko-toko sepi, dan perlahan pabrik tak sanggup lagi bertahan.
“Awalnya masih produksi buat toko-toko di atas, tapi lama-lama enggak kuat. Sekarang ya paling servis tas aja. Pekerja tinggal enam orang, dua satpam dan empat tukang servis,” ujarnya.








